Pulang ke Daerah, Jemaah Haji Jambi Suku Bugis Kenakan Baju Kebangsaan

sekitarjambi.com – Menjadi tradisi dari tahun ke tahun, bahwa jemaah haji Provinsi Jambi Suku Bugis mengenakan Baju Kebangsaan pada kepulangan dari Tanah Suci. Meski demikian, terpantau pada Kelompok Terbang (KLOTER) BTH 25 Provinsi Jambi yang berisikan jemaah dari Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur, tidak terlihat pada kedatangan di Debarkasi Haji Antara Jambi pada Jumat 19 Juli 2024, mengenakan Baju Kebangsaan tersebut.

Hal tersebut terjadi, lantaran para jemaah haji yang berasal dari Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur tidak langsung pulang ke daerah usai acara seremonial pada Jumat (19/7/2024) malam. Para jemaah terpantau pulang ke daerahnya masing-masing pada Sabtu (20/7/2024) pukul 07.00 WIB, menggunakan fasilitas kendaraan bus dari pemerintah kabupaten masing-masing.

Keluar dari kamar masing-masing yang berada di sejumlah gedung di Asrama Debarkasi Haji Antara Jambi, para jemaah haji Suku Bugis telah mengenakan Baju Kebangsaan. Tentu hal ini menjadi perhatian, lantaran berbeda dibandingkan jemaah lainnya.

Pakaian ikonik yang dikenakan tersebut dikenal dengan Baju Kebangsaan. Dimana sejumlah jemaah laki-laki dan perempuan Suku Bugis tersebut mengenakan pakaian ikonik. Baju Kebangsaan tersebut diketahui telah disiapkan jemaah sejak di Arab Saudi.

Diketahui, pengenaan pakaian unik saat kepulangan ke ke daerah ini adalah tradisi turun-menurun dan menjadi kebanggaan serta sebagai penanda bagi seseorang ketika pulang dari Tanah Suci.

Jemaah haji KLOTER BTH 25 Provinsi Jambi asal atas nama Hj. Nurhaidah menuturkan bahwa dirinya merupakan warga Kota Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Mengenakan Baju Kebangsaan, bagi dirinya merupakan khas bagi jemaah haji Suku Bugis. Dikatakannya bahwa Baju Kebangsaan telah ia siapkan sejak keberangkatan ke Tanah Suci, dimana pada kepulangan ke Tanah Air baju tersebut telah disiapkan di dalam tas koper kecil kabin.

“Ini baju khas suku orang Bugis. Ya biar lebih cantik aja. Artinya kalau kita orang Bugis ini kan baju kebangsaan ya, jadi kalau orang Bugis itu tidak memakai ini (Baju Kebangsaan) kurang pas aja. Memang ciri khas orang Bugis. Ya banggalah, senang juga, Alhamdulillah karena sudah ada panggilan. Jadi banggalah, senang, senang, Alhamdulillah,” ujarnya.

Keunikan dari Baju Kebangsaan jemaah Suku Bugis bukan hanya warna mencolok pada kerudung yang dikenakan jemaah perempuan, namun ornamen pakaian dan perhiasan yang dipakai turut menjadi perhatian. Tidak hanya jemaah perempuan, penampilan jemaah laki-laki turut menjadi perhatian. Layaknya orang Arab Saudi dengan pemakaian sorban, penampilan jemaah haji laki-laki juga turut didukung dengan jubah berwarna putih maupun hitam.

Jemaah haji Jambi bersuku Bugis mengenakan pakaian yang berbeda dengan jemaah lain, diketahui sebagai tradisi Mappatoppo. Tradisi Mappatoppo menjadi tradisi yang terus dilakukan setiap tahun pada musim haji, sebagai bentuk upaya melestarikan budaya dari nenek moyang.

Tidak serta merta dibawa dari daerah masing-masing di Provinsi Jambi untuk dibawa ke Tanah Suci, melainkan Baju Kebangsaan maupun ornamen ikonik tersebut dibeli jemaah saat berada di Tanah Suci, baik Mekkah maupun Madinah.

Hj. Nur Sarifa Aini yang turut merupakan jemaah haji KLOTER BTH 25 Provinsi Jambi namun berasal dari Kabupaten Tanjung Jabung Timur, mengatakan bahwa Baju Kebangsaan yang dikenakan jemaah haji Suku Bugis dinamakan Baju Kabe atau Baju Loppo, yang dalam Bahasa Indonesia dinamakan Baju Juba.

“Baju yang biasa digunakan oleh jemaah haji khususnya Suku Bugis itu biasanya Baju Loppo. Adapun ini biasanya kalau sudah selesai rangkaian haji dilaksanakan di Tanah Suci, itu ada dilaksanakan Mappatoppo. Ibaratnya itu kalau mahasiswa setelah skripsi pasti ada wisudanya, jadi kalau dalam Suku Bugis ini ibaratnya peresmiannya atau wisudanya. Ini adalah adat istiadat yang sudah digunakan sama nenek-nenek zaman dahulu,” ujarnya.

Dikatakan oleh Hj. Nur Sarifa Airni bahwa setiap jemaah haji memiliki kesiapan berbeda dalam menyediakan Baju Kebangsaan. Dimana pakaian unik tersebut ada yang disiapkan mulai dari keberangkatan di Tanah Air, namun tidak sedikit yang membeli di Tanah Suci dengan harga yang relatif mengikuti pilihan bahan dan model.

“Bermacam-macam, ada yang beli disana dan ada yang sudah mempersiapkan dari Tanah Air. Kalau saya bersama ibu dari Tanah Air buat dari bahan brokat merah dan putih. Ibu saya warna merah, saya warna putih. Itu menandakan bahwa saya dari Indonesia. Kalau yang saya pakai ini saya beli di Tanah Suci langsung. Kalau harganya tergantung bahan dan model. Kalau yang model saya pakai ini, yang langsung instan pakai, sekitar Rp 800 ribu,” ungkapnya.

“Setelah kita sudah sah menjadi haji dan sudah melaksanakan Mappatoppo itu berarti kita siap sudah mengubah dari sikap-sikap buruk kita jadi yang lebih baik. Seperti biasanya jemaah setelah sampai di rumah, disambut sama keluarga dan langsung mengadakan baca Nadzom kalau dalam Bahasa Melayu, dalam Bahasa Bugis itu Barzanji pertemuan pertama, nanti setelah itu bakal ada lagi mengundang keluarga atau masyarakat lain,” lanjutnya.

Bukan hanya Suku Bugis, Hj. Hikmasanti Ardiansyah yang merupakan jemaah haji Suku Banjar turut dalam KLOTER BTH 25 Provinsi Jambi asal Kabupaten Tanjung Jabung Barat menuturkan bahwa mengenakan pakaian unik ketika pulang dari Tanah Suci merupakan tradisi. Disebutkan bahwa kesiapan yang ia lakukan yakni kerudung telah dibawa pada pemberangkatan dari Tanah Air, namun baju dan jubah dibeli di Mekkah.

“Bagaimana ya, soalnya setiap pulang dari haji ya seperti ini (penampilannya), harus pakai ini, jadi ya ikut aja walaupun tidak Suku Bugis. Kebiasaan orang Kuala Tungkal. Karena setiap orang Kuala Tungkal itu pulang haji ya pakaiannya kayak gitu. Banjar itu ngikut juga kayak Bugis. Hanya tradisi aja. Kalau kerudungnya bawa, terus baju jubahnya beli di Tanah Suci, bajunya beli di Mekkah. Bangga, karena unik aja, memang tradisi gitu, kayakynya lain dari yang lain,” ujarnya. (Mk)

Bagikan