Pulang ke Tanah Air, Para Jemaah Provinsi Jambi Diimbau untuk Menjaga Kemabruran Haji

sekitarjambi.com – Jemaah asal Provinsi Jambi telah kembali ke Tanah Air, sepulang dari ibadah hajinya di Tanah Suci pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1444 Hijriah/2023 Masehi. 3.098 jemaah haji kuota normal dan tambahan yang bergabung dalam KOTER BTH 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, dan KLOTER BTH 34 secara estafet tiba di Tanah Air dan langsung dimobilisasi ke daerah asal, terhitung berakhir pada 3 Agustus 2023.
Ribuan jemaah haji Provinsi Jambi tersebut kembali ke daerah asal, setelah berjihad di jalan Allah SWT menunaikan Rukun Islam ke-5. Banyak ragam cerita, pesan, dan kesan yang mereka rasakan sekembalinya ke Tanah Air.
Mulai dari ibadah yang begitu padat dengan suhu yang panas hingga beragam cerita unik di Tanah Suci. Pesan dan kesan tersebut menjadi kenangan yang sangat berarti dan cerita hidup sepanjang masa. Tidak ada kebahagiaan selain dapat beribadah di rumah-Nya.
Dalam menjalankan ibadah tersebut, menjadi haji yang mabrur tentu merupakan impian bagi setiap umat muslim yang pergi ke Tanah Suci. Namun untuk mencapai ke titik tersebut tidaklah mudah, dibutuhkan tingkat keimanan dan keikhlasan yang tinggi dari dalam diri masing-masing jemaah.
Haji mabrur sendiri merupakan ibadah haji yang diterima dan diridhoi oleh Allah SWT. Sebab ibadah hajinya telah dilakukan dengan baik dan benar serta dengan bekal yang halal, suci, dan bersih.

Diungkapkan oleh Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jambi, H. Wahyudi, bahwa dengan kepulangan seluruh jemaah haji di Provinsi Jambi, pesan yang disampaikan oleh PPIH Provinsi Jambi yakni para jemaah dapat menjaga kemabruran hajinya.
“Untuk menjaga kemabruran hajinya, paling tidak, dapat dilakukan dengan tiga hal. Pertama melaksanakan seluruh pesan-pesan ibadah yang mereka lakukan di Tanah Suci, contoh ketika mereka menjaga Arbain shalat berjemaah di masjid, itu artinya ketika mereka kembali ke Tanah Air jadikan sebagai panutan teladan yang baik, yang menjadi pemicu bagi masyarakat untuk bisa bersama-sama melaksanakan shalat berjemaah. Kemudian yang kedua, ketika mereka mengenakan pakaian ihram mereka bisa mengendalikan dirinya, bersabar, tidak mengumpat, tidak menggunjing, tidak berdebat, dan lain sebagainya, bagaimana internalisasi nilai-nilai semacam ini terpelihara, terjaga dan mereka teringat bahwa sesungguhnya kami diajarkan di pabrik yang bernama haji dan keluar dari itu mereka bisa menjaga nilai-nilai semacam itu. Kemudian yang ketiga sebagai puncak haji, Wukuf di Padang Arafah, mereka dikumpulkan di Padang Arafah dengan tidak melihat status sosial, artinya kembali ke Tanah Air mereka sadar bahwa sesungguhnya kita ini sama di mata Allah SWT, artinya jemaah haji harus memahami dan penting untuk melakukan internalisasi nilai-nilai ibadah haji itu, maka Insya Allah itu akan bisa menjadi wahana, wadah bagi mereka untuk menjaga kemabruran hajinya. Itulah yang kemudian diistilahkan haji mabrur sepanjang masa,” ujarnya.
H. Wahyudi menuturkan, bahwa kemabruran haji sesungguhnya dipahami dari perubahan perilaku ketika selesai melaksanakan ibadah haji. Dimana kemabruran haji adalah nilai-nilai spiritual, yang sesungguhnya bisa dipahami oleh masyarakat atau dilihat oleh masyarakat.
“Pertama, ada perubahan yang semakin baik misalnya kalau selama ini mungkin punya emosi yang tinggi, pulang haji lebih terkendali, mengenai ibadahnya juga semakin baik, kemudian tingkat kesopanan juga semakin baik, kemudian tingkat pengamalan ibadah kita semakin baik,” ujarnya.
“Itu didorong oleh perilaku spiritualitas, jadi perilaku seseorang itu dapat dilihat dari perubahan-perubahan yang terdorong dari nurani akibat dari perilaku ibadah yang dilakukan selama ini. Mudah-mudahan ini bisa dijaga dan memang berubah bukan karena settingan, tapi memang dorongan nurani dari jemaah haji kita,” lanjutnya. (Mk)