Pro Kontra Pernyataan JOKOWI Terkait Presiden dan Menteri Miliki Hak Kampanye

sekitarjambi.com – Baru-baru ini ramai terkait pernyataan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (JOKOWI), yang menyatakan bahwa presiden dan menteri memiliki hak untuk memihak dan berkampanye dalam pemilihan presiden 2024.
Namun, Presiden JOKOWI menegaskan bahwa hal tersebut harus dilakukan dengan mematuhi aturan yang berlaku. Dimana ia menegaskan bahwa fasilitas negara tidak boleh digunakan saat berkampanye. JOKOWI menuturkan, presiden dan menteri merupakan pejabat publik sekaligus pejabat politik, sehingga mereka boleh berpolitik.
“Yang penting, presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh. Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Jadi boleh presiden kampanye,” ujar Presiden JOKOWI dikutip pada Kamis (25/1/2024).
Klaim Presiden JOKOWI ini menimbulkan berbagai tanggapan dari berbagai pihak, termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU). Anggota KPU RI, Idham Holik, mengatakan bahwa aturan seorang presiden boleh kampanye atau tidak, tertulis dalam Pasal 281 UU No. 7 Tahun 2017.
“UU PEMILU tersebut telah diundangkan pada 15 Agustus 2017,” ujarnya.
Mengacu pada aturan tersebut, presiden boleh ikut berkampanye asalkan tidak menggunakan fasilitas negara yang diperoleh dari jabatannya.
Berdasarkan Pasal 304 UU No. 7 Tahun 2017, fasilitas negara yang dimaksud adalah sarana mobilitas, gedung kantor, sarana perkantoran, dan fasilitas lainnya yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia (APBN).
Meskipun dilarang menggunakan fasilitas negara, presiden tetap mendapat pengamanan, kesehatan, dan protokoler sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali apabila dirinya tengah menjalani cuti.
Berikut isi Pasal 281 UU No. 7 Tahun 2017 ayat 1:
(1) Kampanye Pemilu yang mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota harus memenuhi ketentuan:
- Tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
- Menjalani cuti di luar tanggungan negara.
Tak hanya presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota juga boleh berkampanye sebagaimana disebutkan di atas. Ketentuan lebih lanjut mengenai keikutsertaan pejabat negara dalam berkampanye diatur dengan Peraturan Pasal 62 KPU No. 15 Tahun 2023 ayat 1.
Dalam aturan tersebut, kampanye PEMILU oleh pejabat negara dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang yang mengatur mengenai PEMILU. Berikut ketentuannya:
(1) Kampanye Pemilu oleh pejabat negara dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang yang mengatur mengenai Pemilu.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk ketentuan mengenai hak pejabat negara melaksanakan Kampanye Pemilu, pejabat negara yang berstatus sebagai anggota partai politik atau bukan anggota partai politik, kewajiban memperhatikan tugas penyelenggaraan negara dan/atau pemerintahan, dan larangan penggunaan fasilitas negara dan fasilitas yang melekat pada jabatan.
(3) Pejabat negara yang diberikan cuti untuk melaksanakan Kampanye Pemilu harus menaati tata cara pelaksanaan cuti sesuai dengan Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai cuti dalam pelaksanaan Kampanye Pemilu.
Idham memastikan, hingga saat ini peraturan tersebut masih berlaku.
“Pembentuk Undang-Undang telah mengatur demikian dan sampai saat ini belum ada Putusan MK yang menyatakan norma tersebut bertentangan dengan konstitusi,” ujarnya. (AD)