Mahasiswa UNJA Jadi Korban Program MBKM Abal-Abal di Jerman

sekitarjambi.com – Sebanyak 86 mahasiswa/i Universitas Jambi (UNJA) diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) berkedok program magang Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) di Jerman.

Salah seorang mahasiswi RM (22) jurusan Ilmu Pemerintahan UNJA mengaku mengikuti program MBKM abal-abal tersebut, karena tawaran agen penyalur tenaga kerja Brisk United yang datang ke kampusnya.

Agen tersebut menawarkan program magang yang mulanya disebut bagian dari Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).

Namun, program tersebut rupanya bukan kerja magang, melainkan Ferienjob yang dalam bahasa Jerman artinya program kerja paruh waktu saat musim libur. Ferienjob meliputi kerja-kerja fisik, seperti mengemas dan mengantar paket, mencuci piring di rumah makan, atau menangani koper di bandara.

RM mengaku sempat menangis karena pekerjaan yang dilakukannya seperti kuli bangunan. Terlebih cuaca disana sangat berbeda dengan Indonesia. Ia harus bekerja dalam cuaca yang sangat dingin.

“Aku sampai nangis karena dingin banget dan super capek. Malam itu aku habis kerja 11 jam nyortir buah, full berdiri, dan aku lagi datang bulan,” ungkap RM, dilansir dari salah satu sumber berita nasional pada Selasa (26/3/2024).

“Saya dan teman-teman disuruh ngupas cat, benerin dinding dan lantai apartemen dia. Simpelnya kami dijadiin kuli bangunan,” sambungnya.

RM menjelaskan saat awal tiba pada 11 Oktober 2023, ia dan puluhan mahasiwa/i dari beberapa universitas asal Indonesia ditampung di Frankfurt.

Tidak hanya mahasiswa/i dari UNJA, namun mahasiswa/i dari universitas lainnya di Indonesia juga ikut Ferienjob di Jerman.

Agen tenaga kerja yang menyalurkan mahasiswa/i Indonesia ke perusahaan Nordgemüse Krogmann bahkan juga tidak menyediakan jemputan. RM dan kawan-kawannya harus berjalan kaki 1,5 jam di tengah musim dingin menuju Stasiun Schwarmstedt.

RM bisa yakin ikut program ini karena Ferienjob tersebut disosialisasikan oleh salah seorang Guru Besar di UNJA, dengan inisial SS.

Diketahui kontrak Ferienjob tersebut selesai pada 30 Desember 2023, RM pun bisa pulang ke Indonesia.

Selama tiga bulan di Jerman, RM hanya mengantongi pendapatan bersih Rp 1,8 juta. Mirisnya, disebutkan RM masih menanggung utang Rp 7,6 juta untuk biaya izin kerja dan biaya layanan dari perusahaan penyalur.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi HUMAS POLRI, Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko, menuturkan bahwa kontrak magang para mahasiswa/i tersebut sudah selesai sejak Desember 2023.

“Saat ini seluruh korban perlu diketahui sudah ada di Indonesia karena memang kontrak program magang ini telah habis pada Desember 2023 sehingga rekan-rekan kemarin ada yang bertanya untuk korban seluruhnya sudah di Indonesia,” ujar Trunoyudo di Mabes POLRI, Jakarta (22/3/2024).

Kasus ini terungkap usai POLRI mendapatkan informasi awal dari KBRI di Jerman bahwa ada laporan empat mahasiswa/i atas kasus tersebut.

Menindaklanjuti kasus, Direktorat Tindak Pidana Umum (DITTIPIDUMD) BARESKRIM POLRI menyebut sedikitnya 33 kampus terlibat.

Kampus-kampus tersebut bekerja sama dengan sebuah perusahaan yakni PT SHB untuk mengirim mahasiswa/i mereka ke Jerman melalui modus program magang MBKM.

PT SHB selaku perekrut mengklaim programnya merupakan bagian dari program MBKM Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (KEMENDIKBUD RISTEK). PT SHB ini juga menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi yang dituangkan dalam Memorandum of Understanding (MoU).

“Dalam MoU tersebut terdapat pernyataan yang menyampaikan bahwa ferien job (kerja kasar di Jerman) masuk ke dalam program MBKM serta menjanjikan program magang tersebut dapat dikonversikan ke 20 SKS,” ungkap DIRTIPIDUM BARESKRIM POLRI, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, dalam keterangannya.

Djuhandhani juga menegaskan, program perusahan PT SHB ini tidak termasuk dalam program MBKM KEMENDIKBUD RISTEK. Selain itu, KEMENAKER RI juga menyampaikan bahwa untuk PT SHB tidak terdaftar sebagai perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (P3MI) di data base mereka.

Dalam kasus ini, POLRI menetapkan lima tersangka. Dua tersangka yang ada di Jerman berinisial perempuan yakni ER alias EW (39) dan A alias AE (37). Tiga tersangka lain ada di Indonesia. Mereka adalah seorang perempuan inisial AJ (52) dan dua laki-laki yaitu SS (65) yang merupakan dosen perguruan tinggi di Provinsi Jambi dan MZ (60).

Para tersangka disangka Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan TPPO dengan ancaman penjara paling lama 15 tahun penjara dan denda Rp 600 juta.

Lalu, Pasal 81 UU No 17 Tahun 2017 tentang perlindungan pekerja migran Indonesia, dengan ancaman pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan pidana denda paling banyak Rp 15 miliar. (Iz)

Bagikan