Gemerlapnya Momen Kepulangan Jemaah Haji Menuju Kabupaten Tanjung Jabung Barat

sekitarjambi.com – Setiap musim haji, ada yang menarik dari rombongan jemaah asal Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi. Mereka tampil mencolok dengan balutan pakaian kebangsaan ala kerajaan nan mewah yang menjadi ciri khas turun-temurun dalam setiap pemulangan ibadah haji ke daerah asal. Tentu Debarkasi Haji Antara Provinsi Jambi pun menjadi saksi indahnya penampilan para jemaah ketika hendak pulang ke daerah.
Penggunaan pakaian ini tidak hanya terbatas pada satu suku. Didominasi oleh jemaah suku Bugis, namun tradisi ini juga diadopsi oleh jemaah dari suku lain seperti Melayu dan Jawa yang telah berbaur dan hidup berdampingan secara harmonis di wilayah pesisir timur Jambi yakni Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Tiba di Provinsi Jambi pada 3 Juli 2025, salah seorang jemaah asal Kabupaten Tanjung Jabung Barat yang tergabung dalam Kelompok Terbang (KLOTER) BTH 19 Provinsi Jambi, Hj. Susiah Sukardi Madingsan, menyebutkan bahwa ia merasa tertarik ikut mengenakan pakaian mispa karena melihat banyak jemaah dari Kabupaten Tanjung Jabung Barat yang juga mengenakan pakaian mispa sebagai ungkapan rasa syukur telah mampu melaksanakan ibadah haji. Ia berharap dengan mengenakan pakaian mispa ini bisa menjadi motivasi bagi masyarakat untuk bisa menunaikan ibadah haji.
“Mungkin ini ya sebagai bentuk rasa syukur aja kepada Allah, bahwa kami sudah mampu melaksanakan haji. Mungkin juga untuk motivasi kepada muslimin/muslimat untuk juga bisa melaksanakan haji ke Tanah Suci,” ujarnya.

Hj. Susiah Sukardi Madingsan mengungkapkan bahwa ia merupakan jemaah suku Jawa, berdomisili di Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Ia mengatakan bahwa tidak ada salahnya mengadopsi tradisi suku lain untuk berpenampilan mencolok dari biasanya sebagai bentuk syukur.
“Bentuk rasa syukur aja bahwa kita sudah haji. Kan kita lebih dari biasanya penampilannya itu, tapi sesudahnya itu mungkin biasa lagi. Tapi yang lebih utama akhlak kita, iman kita lebih, ibadah kita lebih dari biasanya,” ungkapnya.

Selanjutnya, seorang jemaah yang juga berasal dari Kabupaten Tanjung Jabung Barat KLOTER BTH 19, Hj. Fipi Rina Yanuarti, mengungkapkan bahwa ia berasal dari suku Melayu Palembang. Ia melihat tahun-tahun sebelumnya bahwa ikon jemaah asal Kabupaten Tanjung Jabung Barat terutama oleh suku Bugis ketika pulang berhaji, khas dengan pakaian mispa.
“Konsep seperti ini ada juga bagi kami Tanjung Jabung Barat. Jadi kalau memakai baju ini adalah baju khusus ketika seseorang sudah menjadi haji,” ujarnya.
Ia mengaku memang berniat sejak awal ketika pulang dari Tanah Suci akan mengenakan pakaian mispa. Sehingga ia menyiapkan pakaian dan perlengkapan sejak sebelum keberangkatan ke Tanah Suci.
“Kalau ini khusus beli di Tungkal (Ibu Kota Kabupaten Tanjung Jabung Barat) karena kita takut juga kan nanti kalau di Arab Saudi dimana tempat belinya. Jadi kita belinya khusus di Tungkal, dibawa,” ungkapnya.

Sementara itu, Hj. Ratna Bahsannudin Muhtar yang juga merupakan jemaah haji KLOTER BTH 19, mengatakan bahwa bagi jemaah haji Kabupaten Tanjung Jabung Barat khususnya jemaah dari Kota Kuala Tungkal, ketika kembali ke Tanah Air sudah khas memakai pakaian mispa, pakaian kebangsaan ala kerajaan.
“Ini bawa dari Indonesia. Setiap daerah Kuala Tungkal itu pasti punya baju kerajaan itu. Maksudnya baju kerajaan khas Kuala Tungkal bagi yang sudah berhaji,” tuturnya.
Selanjutnya pada kedatangan 5 Juli 2025 di Provinsi Jambi, jemaah pasangan suami istri yang tergabung dalam KLOTER BTH 20 yang juga berasal dari Kabupaten Tanjung Jabung Barat, mencuri perhatian karena tampil anggun dengan balutan pakaian seperti jemaah sebelumnya. Namun ini terkesan lebih mewah, dimana mereka menyebutnya sebagai pakaian kebangsaan suku Bugis. Sebagai bentuk rasa syukur, pasangan suami istri bernama H. Mursaling Lantang Ambo Dalle dan Hj. Ramlah Lijang Lambo Long tampak kompak mengenakan pakaian kebangsaan khas suku Bugis untuk kembali ke daerahnya.

H. Mursaling Lantang Ambo Dalle menyebutkan bahwa ia mengenakan pakaian haji khas suku Bugis, mirip dengan penampilan Raja Salman Arab Saudi. Ia mengatakan pakaian yang ia kenakan merupakan tradisi dari nenek moyangnya sebagai ciri khas telah berhasil menunaikan ibadah haji.
“Kami ini pakai pakaian haji, karena menurut riwayat orangtua kami dulu, inilah ciri khas kembali dari Tanah Suci memakai pakaian-pakaian Arab,” ujarnya.

Selain itu, sang istri yang bernama Hj. Ramlah Lijang Lambo Long mengatakan bahwa selain sebagai ciri khas suku Bugis yang sudah pulang berhaji, juga sebagai pertanda perjuangan jemaah yang berhasil melaksanakan rukun Islam kelima setelah lama menunggu panggilan berhaji.
“Ya memang kami tradisinya, kita udah lama nunggu, nah itu lah kita perjuangkan,” singkatnya.
Dengan mengenakan pakaian kebangsaan, pasangan suami istri H. Mursaling Lantang Ambo Dalle dan Hj. Ramlah Lijang Lambo Long menampilkan detail pakaiannya. Sang suami mengenakan gamis putih dibalut jubah hitam dengan desain garis keemasan. Selain itu, ia juga memadu padankan dengan memakai serban merah sebagai penutup kepala, sekilas terlihat mewah seperti Raja Salman.
Sementara itu, sang istri mengenakan gamis hitam dengan jubah bermotif bunga berwarna kuning keemasan, yang ia sebut sebagai pakaian kap haji. Ia memadu padankan dengan hiasan kepala yakni kerudung berwarna pink bermotif bunga kuning keemasan, yang ia sebut sebagai mispa khas Bugis. Pakaian ini dikenakan sebagai bentuk rasa syukur dan kebanggaan telah menunaikan rukun Islam kelima.
Sebagai informasi, bagi jemaah haji suku Bugis, mengenakan mispa saat pulang berhaji merupakan simbol bahwa mereka telah kembali dengan kehormatan sebagai tamu Allah. (Iz)