LPSK dan TGIPF Simpulkan Gas Air Mata Sebabkan Kematian Massal Kanjuruhan

sekitarjambi.com – Jakarta, Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Hasto Atmojo menyampaikan kesimpulan LPSK, bahwa penggunaan gas air mata menimbulkan kepanikan dan konsentrasi massa di pintu keluar, sehingga berakhir dengan kematian.
“Penggunaan gas air mata telah menimbulkan kepanikan dan konsentrasi massa di pintu keluar, menyebabkan kurang oksigen, sesak napas, lemas, hingga berakhir kematian. Bahkan, kematian ini juga ada ditimbulkan karena terinjak-injak oleh penonton yang lain,” ungkap Hasto.
Hasto menuturkan, penyelenggara tidak melaksanakan simulasi pengamanan pra pertandingan, sehingga patut diduga penyelenggara tidak siap menghadapi situasi yang terjadi pada 1 Oktober 2022 tersebut.
“Kedua, penyelenggara pertandingan tidak mematuhi peraturan PSSI Pasal 21 dan Pasal 22, ketiga, aparat keamanan tidak mematuhi peraturan FIFA Pasal 19,” ujar Hasto.

Peraturan ini, tutur Hasto melanjutkan, tentang larangan untuk membawa ataupun menggunakan senjata api maupun gas, termasuk gas air mata.
“Bahkan, kita mendengar bahwa KAPOLRES tidak tahu ada larangan itu dari FIFA,” ujar Hasto.
Saat membahas fasilitas stadion, Hasto mengatakan, meskipun pintu keluar stadion terbuka, namun tidak mumpuni sebagai jalur bagi penonton atau massa yang berjumlah besar untuk keluar dari stadion pada waktu yang bersamaan.
“Lebar 2 daun pintu berukuran 1,4 meter dikurangi 5 centimeter tiang tengah diantara daun pintu,” ujarnya.
Selain itu, Hasto juga mengungkapkan, tidak adanya jalur evakuasi dan sensor asap di dalam stadion.
Terkait pelaksanaan pengamanan, LPSK menyimpulkan, rencana pengamanan yang telah dibuat oleh POLRES Kabupaten Malang tidak sepenuhnya terimplementasi dalam praktik di lapangan.
“Kedua, tidak ada satu pun petugas yang berjaga pada setiap pintu saat pertandingan usai. Penumpukan supporter di depan pintu keluar seharusnya terpantau oleh CCTV, namun tidak diikuti dengan upaya membuka pintu secara keseluruhan,” ujar Hasto.
Apabila ada petugas yang berjaga di setiap pintu, Hasto meyakini penonton yang ada di dalam stadion bisa segera dievakuasi, atau mengevakuasi diri ketika terjadi penembakan gas air mata.
Senada, Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan, yang diketuai oleh Mahfud MD menyimpulkan, tembakan gas air mata sebagai pemicu kepanikan massal. Kepanikan itu kemudian berakhir menjadi insiden yang menyebabkan 132 orang meninggal dunia.
“Yang mati dan cacat, serta sekarang kritis dipastikan itu terjadi karena desak-desakan setelah ada gas air mata yang disemprotkan. Itu penyebabnya,” ujar Mahfud MD.
Tingkat keberbahayaan racun dalam gas air mata tersebut tengah diperiksa oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Menurut Mahfud, apapun hasil dari pemeriksaan BRIN tidak akan mengubah kesimpulan bahwa kematian massal dalam Tragedi Kanjuruhan disebabkan gas air mata. Laporan hasil investigasi TGIPF Tragedi Kanjuruhan sudah diserahkan ke Presiden RI, Joko Widodo. (Tim)