Tragedi Penyemprotan Gas Air Mata di Stadion Kanjuruhan Jadi Petaka Sepak Bola Indonesia
sekitarjambi.com – Pasti ada alasan gas air mata dilarang dalam pengamanan massa di dalam stadion. Namun, tragedi ricuh di Stadion Kanjuruhan, Malang, menjadikan gas air mata yang perih dan menyesakkan, digunakan untuk melerai massa.
Imbas dari tragedi tersebut menjadi petaka bagi dunia sepak bola Indonesia. Sebanyak 131 suporter dilaporkan meninggal dunia dan 180-an orang mengalami luka-luka serta trauma akibat insiden ricuh di Stadion Kanjuruhan tersebut. Penggunaan gas air mata dalam kasus yang terjadi diinformasikan memperparah kondisi massa.
“Situasi panik karena chaos dan terinjak-injak. Kalau secara medis karena sesak napas, diawali gejala dari hidung berair, rasa terbakar di hidung dan tenggorokan, batuk, dahak, nyeri dada,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malang, drg. Wiyanto Wijoyo, dikutip Senin (3/10/2022).
Gas air mata adalah barang terlarang dalam regulasi Federation Internationale de Football Association (FIFA) soal keselamatan dan keamanan supporter di Stadion. Larangan FIFA termaktub dalam Bab III tentang Stewards, pasal 10 soal Steward di pinggir lapangan.
“Terkait pihak kepolisian yang melaksanakan tugas untuk pengamanan tidak sesuai procedural dan melanggar FIFA Saafety and Security Stadium Pasal 19 Poin B yang mana senjata api dan gas air mata tidak boleh masuk sepak bola,” ujar Koordiantor Save Our Soccer (SOS), Akmal Marhali.
Gas air mata diklasifikasikan sebagai senjata kimia secara internasional dan dilarang penggunaannya di saat perang. Sementara kepolisian Indonesia pada umumnya menganggap gas air mata lebih aman ketimbang kekerasan dan senjata api.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Joko Widodo telah memerintahkan penghentian kompetisi Liga 1 2022 kepada PSSI. Selain itu, Indonesia terancam Sanksi FIFA dan Pencabutan Tuan Rumah Piala Dunia U-20 2023. (Iz)