Hukum dan Kekuasaan

Hukum juga memiliki arti penting bagi kekuasaan, karena hukum dapat berperan sebagai sarana legalisasi bagi kekuasaan formal lembaga-lembaga negara, unit-unit pemerintahan, pejabat negara, dan pemerintahan. Legalisasi kekuasaan tersebut dilakukan melalui penetapan landasan hukum bagi kekuasaan melalui aturan-aturan hukum.

Di samping itu, hukum dapat pula berperan mengontrol kekuasaan, sehingga pelaksanaannya dapat dipertanggungjawabkan secara legal dan etis. Penegakan hukum merupakan upaya untuk mendorong masyarakat agar menaati aturan-aturan hukum yang berlaku (upaya preventif), dan penjatuhan sanksi hukum terhadap kasus-kasus pelanggaran hukum yang terjadi dalam masyarakat (upaya represif).

Dalam kehidupan masyarakat, kekuasaan memiliki arti penting bagi hukum karena kekuasaan bukan hanya merupakan instrumen pembentukan hukum (law making), tapi juga instrumen penegakan hukum (law enforcement). Pembentukan hukum, khususnya undang-undang, dilakukan melalui mekanisme kekuasaan politik dalam lembaga legislatif, dimana kepentingan-kepentingan kelompok masyarakat yang saling bertentangan diupayakan untuk dikompromikan, guna menghasilkan satu rumusan kaidah-kaidah hukum yang dapat diterima semua pihak.

Meskipun hukum memiliki hubungan yang sangat erat dengan kekuasaan, tapi studi kekuasaan dalam perspektif hukum masih terbatas, sehingga konsep-konsep kekuasaan di dalam ilmu hukum tidak begitu berkembang. Kecenderungan studi hukum lebih terfokus kepada dua aspek, pertama yaitu hukum dipandang sebagai kaidah yang menjadi pedoman tingkah laku yang bersifat memaksa dan memberikan sanksi kepada orang yang melanggarnya, dan yang kedua hukum dipandang sebagai realitas sosial yang terjadi di masyarakat yang dipraktikkan melalui lembaga peradilan (the living law), adanya pelanggaran-pelanggaran hukum (perilaku pelanggar hukum), dan ketaatan terhadap hukum.

Singkatnya, hukum mengandung dua pokok utama, yaitu aturan yang seharusnya dilakukan (das sollen), dan kenyataan yang ada dalam masyarakat (das sein). Namun dalam kenyataannya hanya hukum yang hidup dan pelanggaran hukum yang banyak dikaji, sedangkan ketaatan kepada hukum tidak dianggap sebagai masalah.

Kekuasaan merupakan konsep hubungan sosial yang terdapat dalam kehidupan masyarakat, negara, dan umat manusia. Konsep hubungan sosial tersebut meliputi hubungan personal di antara dua insan yang berinteraksi, hubungan institusional yang bersifat hierarkis, dan hubungan subjek dengan objek yang dikuasainya. Karena kekuasaan memiliki banyak dimensi, maka tidak ada kesepahaman di antara para ahli politik, sosiologi, hukum, dan kenegaraan mengenai pengertian kekuasaan. Dari sudut kekuasaan, aturan-aturan hukum yang tertuang dalam konstitusi suatu negara merupakan deskripsi struktur kekuasaan yang terdapat dalam negara tersebut dan hubungan-hubungan kekuasaan di antara lembaga-lembaga negara.

Dengan demikian, aturan-aturan hukum yang termuat dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 merupakan deskripsi struktur kekuasaan ketatanegaraan Indonesia, dan hubungan-hubungan kekuasaan antara lembaga-lembaga negara. Struktur kekuasaan menurut UUD 1945 menempatkan MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) dalam hierarki kekuasaan tertinggi. Hierarki kekuasaan di bawah MPR adalah kekuasaan lembaga-lembaga tinggi negara, yaitu Presiden, DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), DPA (Dewan Pertimbangan Agung), MA (Mahkamah Agung), dan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). UUD 1945 juga mendeskripsikan struktur kekuasan pusat dan daerah. Di samping itu, juga dideskripsikan hubungan antara kekuasaan lembaga tertinggi negara dengan kekuasaan lembaga-lembaga tinggi negara, hubungan kekuasaan di antara lembaga-lembaga tinggi negara, dan hubungan kekuasaan antara pusat dan daerah.

Pola hubungan hukum dan kekuasaan ada dua macam. Pertama, hukum adalah kekuasaan itu sendiri. Menurut Lassalle dalam pidatonya yang termashur Uber Verfassungswessen, “konstitusi sesuatu negara bukanlah undang-undang dasar tertulis yang hanya merupakan “secarik kertas”, melainkan hubungan-hubungan kekuasaan yang nyata dalam suatu negara”. Pendapat Lassalle ini memandang konstitusi dari sudut kekuasaan. Kekuasaan dalam konteks hukum berkaitan dengan kekuasaan negara, yaitu kekuasaan untuk mengatur dan menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang meliputi bidang legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Pengaturan dan penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat dan bernegara itu mencakup pengaturan dan penyelenggaraan di tingkat pusat dan di tingkat daerah.

Dengan demikian, kekuasaan merupakan sarana untuk menjalankan fungsi-fungsi pokok kenegaraan guna mencapai tujuan negara. Kekuasaan dalam konteks hukum meliputi kedaulatan, wewenang atau otoritas, dan hak. Ketiga bentuk kekuasaan tersebut memiliki esensi dan ciri-ciri yang berbeda satu sama lain, dan bersifat hirarkis. Hubungan simbiotik hukum dan kekuasaan melahirkan hubungan fungsional di antara keduanya, dimana kekuasaan mempunyai fungsi tertentu terhadap hukum, dan hukum juga memiliki fungsi tertentu terhadap kekuasaan. Kekuasaan memiliki fungsi sebagai alat untuk membentuk hukum, menegakkan hukum, dan melaksanakan hukum. Sedangkan fungsi hukum terhadap kekuasaan meliputi alat untuk melegalisasi atau menjustifikasi kekuasaan, alat untuk mengatur dan mengontrol kekuasaan, dan alat untuk mengawasi dan mewadahi pertanggungjawaban kekuasaan.

Penulis: Subhan

Bagikan